Featured Post

Objek wisata Bagai surga di Boltim

Asmara Kanda-Dinda


Berawal dari Teman bernama Enal. Dia adalah teman kampusku waktu menimbah ilmu di salah satu fakultas Hukum di Kotamobagu, Enal adalah warga Desa Ambang Dua, yang setiap kali masuk kampus, dia dengan motor jupiternya, mendarat dari Kecamatan Inobonto menuju kampus di Kotamobagu.
Pertemanan kami di kampus, terbilang cukup baik, selain memiliki kemampuan berdebat baik dengan sesama rekan di kampus, kami berdua juga sering adu argumen dengan para dosen yang memiliki kemampuan lebih. bisa dibilang kami berdua bersama sejumlah rekan di kampus, cukup ramai dengan kemampuan berargumen. Tak heran, jika Dosen kami saat itu, sempat menyebut angkatan kami adalah generasi terkritis.
Selain Kuliah, Aku juga menjadi salah satu wartawan di media yang ada di Bolmong raya. saat itu saya ditugaskan untuk meliput pemberitaan di sekolah.
kenapa jadi bahas kampus dan Wartawan sih... lanjut cerita, Enal dikala itu memperkenalkan aku dengan sejumlah gadis di desanya. aku pun dengan senang hati menerima tawarannya. Gumanku “dikasih cewek pasti mau, Apalagi Gue Mahasiswa dan juga wartawan, pasti mereka mau”. sembari menunggu lanjutan kata dari Enal.
End, sebut Enal, memanggil Namaku, Ada beberapa cewek yang kukenalkan kepadamu, siapa tahu kalian berjodoh. Aku pun menjawab dengan penuh tanya. “siapa, siapa dia, pasti ku sayang kalau sudah ku kenal,” canda ku ke enal.
Enal pun membuat Group biro jodoh di FB untuk kami, dan memasukan beberapa nama di dalamnya, termasuk saya. Disitu enal memperkenalkan rekan kampusnya dengan teman kampungnya, saya bersama sejumlah rekan pun mulai meliarkan tangan lewat sapa menyapa para gadis desa itu, tentu dari semua teman, saya yang paling dominan, secara saya adalah wartawan yang tugasnya menulis, sehingga untuk menggugah hati si pembaca, saya sudah lebih tahu dari teman temanku.
Ternyata dari hasil diskusi group, Aku, Micka dan Ika, sudah saling kenal jauh sebelum di kenalkan Enal. Saya dan micka selain kenal di FB, sudah sempat ketemuan di Rumah sakit Datoe Binangkang. Saat itu Micka menjenguk rekan sekolahnya yang masuk rumah sakit karena kecelakaan, momen itu yang saya manfaatkan untuk menemui gadis yang selama ini aku kenal di FB. Pertemuan di Rumah sakit pun berlangsung sangat singkat.
Saya yang berdiri di tiang lorong menuju bangsal kecelakaan sambil memegang Handphone, melihat sejumlah gadis yang berseragam putih abu-abu, diantara mereka, terlihat satu gadis yang jalannya agak malu-malu sedang menghampiriku. Saya pun dengan penuh ragu ragu sambil menahan rasa malu bertanya, “kamu yang nama micka” Gadis berkerudung hitam itu pun menjawab “Iya, ini ka Enda” tanya dia balik. dan saya pun menjawab ia, dengan hati yang legah karena sudah ketemuan, tak ada kata panjang yang terucap, hanya senyum malu dari gadis manis berkerudung hitam, sambil melangkah kecil, sambil ku lanjutkan perkataan ku “somo pulang”. dan di jawabnya pun dengan kalimat yang sangat pendek. “Iya”. pertemuan pun berakhir. Dia kembali ke teman temanya dan pulang, aku pun melanjutkan tugasku meliput pemberitaan.
Karena kami sudah saling kenal, maka sudah tidak asing bagi kami berdua bercanda tawa di group yang dibuat Enal.
Sebenarnya pada saat itu, aku sudah punya pacar yang tidak kalah cantiknya dengan mereka, Namanya Cintia. hubungan kami pun sudah sangat dekat. Namun dia tidak sekampung dengan ke dua gadis yang di kenalkan enal. Pacarku bahkan sudah ku kenalkan pada keluargaku, yang rencananya usai kuliah, aku akan menikahinya.
saking dekatnya hubungan kami, disaat Almarhuma ibu ku meninggal, pacar ku di izinkan orang tuanya nginap di rumah ku hingga se minggu. orang tua kami pun sudah saling kenal dan ceritanya kedua orang tua kami merestui hubungan kami.
Dinda pada saat itu, masih duduk di bangku Sekolah Menengah Akhir, memang Dinda sudah punya pacar. Aku pun melihat dinda sempat terkesima dengan kecantikannya, namun apadaya saya sudah punya pacar, tapi kami saling menyukai, itu terlhat dari cara bicara dan perilakunya saat bertemu, serta bercanda tawa di medosos, karena keduanya memiliki pasangan, sehingga kami memutuskan untuk menjadi kakak beradik di dunia maya.
Seiring waktu berjalan, aku lebih dekat dengan Micka, yang usia nya jauh lebih muda 10 tahun dari ku. sampai kami pun memiliki nama tersendiri. Aku memanggilnya Dinda yang ku artikan sendiri yakni adiknya enda, dan Dia memanggilku Kanda, dengan artian kaka enda.
Dinda menjadi tempat curhatku ketika aku sedang ada masalah dengan pacarku, Dinda selalu ada untukku, karena dia tahu aku pun selalu ada untuknya, ketika dia butuh solusi fikiran, saat bermasalah dengan pacarnya.
Hubungan yang aku bangun bersama pacarku hingga hampir dua tahun, putus di tengah jalan. itu bukan karena Dinda, tetapi karena Aku tidak memberi kabar dua hari kepada pacarku, Dia pun langsung mengambil keputusan untuk menyudahi hubungan kami. Padahal, hampir setiap minggu selama hampir dua tahun, aku selalu menghabiskan waktu liburku di rumah pacarku.
memang aku mengakui jika hubungan ku dengan cintia berakhir karena salahku. itu karena di desaku ada kegiatan Isra Miraj, se tingkat kabupaten. dan aku menjadi Ketua Panitia, sehingga waktu ku sangat padat, sampai lupa menghubungi kekasihku. Disisi lain, aku pun sempat tertarik dengan salah satu anggota panitia ku, yang tidak lain adalah gadis se kampungku. panggilnya Chi, singkat cerita dia adalah salah satu bunga desa yang sudah punya pacar, tapi tiba tiba menyukai ku, entah karena apa, tapi pas ku tembak, dia pun mererima ku. Namun sayang hubungan kami hanya berlangsung selama kegiatan. “Istilahnya cinta lokasi atau Cinlok”
Aku berusaha membangun kembali hubungan ku dengan Cintia. Hampir dua minggu, siang maupun malam, aku menghubungi Cintia untuk meminta maaf, “Hingga menangis tiap malam, dan bahkan melampiaskan kesalahanku pada minuman keras,  tapi tidak pernah dimaafkan, aku meminta bantuan berupa solusi fikiran kepada Dinda adiku, tapi juga tak mempan, sampai akhirnya aku pun sudah mengakhiri perjuangan itu. Dua minggu air mataku tak membuahkan hasil.
Aku pun kembali mencari pacar baru pengganti Cintia, dan ku dapatlah rekan se wilayah mantan pacarku dulu. Namanya Fika, kami pun jadian hanya lewat FB. “Maklum jaman dulu nembak cewek di FB,”.  Fika ku kenalkan juga dengan adiku Dinda. paling sering saat aku menelepon pacar baruku Fika, pasti ku konferensikan dengan Dinda. dan Fika pun mengiyakannya. aku dan Fika pun menyepakati bahwa Dinda adalah adik kami berdua.
Seminggu Pacaran, aku dan Fika ketemuan, dan sayangnya itu adalah pertemuan untuk mengakhiri hubungan. Fika memiliki penilaian tersendiri terhadap pacarnya, dia mau saya yang lebih tinggi darinya, tapi karena kami berdua sama tinggi, sehingga dia memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan. saya pun mengiyakannya, karena dia lebih suka laki laki tinggi, ketimbang saya yang hanya 1.63 Cm
Meski telah putus dengan Fika, hubungan ku dengan Dinda tetap jalan sebagai kakak beradik. Dia selalu mencarikan solusi untukku. bahkan dia sempat mencarikan pacar baruku. Dia meminta aku berpacaran dengan Ika, rekan se kampungnya, tapi entah kenapa aku dan ika, tidak memiliki rasa apa apa, sehingga komunikasi tidak berlanjut, padahal Ika tidak kalah cantiknya dengan pacarku bahkan adiku Dinda.
Memang saat itu aku tidak memiliki rasa apapun terhadap dinda karena sudah ku anggap adik perempuanku menggantikan adiku yang sudah menikah lebih cepat dariku.
Seiring waktu berjalan, Aku pun memutuskan untuk tidak pacaran. Tetapi hubungan komunikasi dengan Dinda pun terus berjalan. Aku memutuskan untuk berhenti menjadi wartawan, dan mengambil cuti di kampus, Aku memilih hijrah ke luar daerah untuk mencari rejeki.
Karena termakan rayuan teman di kampung untuk pergi menambang, Aku pun pergi ke Namlea, (Ambon) mengikuti adik ibuku sebagai penambang. Sekitar delapan bulan bekerja, aku sempat ketemu Perempuan yang berasal dari Bandung. Dia bekerja di salah satu club “Pelayan malam”
Kami membangun hubungan komunikasi yang baik, sampai perempuan Bandung ini pun menceritakan perjalanan hidupnya, dimana dia telah menjadi janda dan saat ini sedang menghidupi dua anaknya. Karena usiaku yang sudah semakin tua, maklum usia 28 sudah cukup tua bagiku, sehingga aku memintanya untuk berhenti dari pekerjaan itu, biar aku yang membiayai hidupnya dan akan ku nikahi, karena takut ketuaan menikah. Tapi karena perempuan itu ragu, sehingga dia tidak mengindahkan permintaanku, aku pun menyudahi menghubunginya.
Di lokasi pertambangan, aku mendapat rejeki yang juga tidak banyak, tetapi cukup untuk bergaya setiap hari. hubungan ku dengan Dinda lewat komunikasi telepon tetap berjalan lancar. Dia pun selalu mengingatkan ku agar tetap menjaga kesehatan di perantauan. Aku pun menyampaikan hal yang sama kepadanya. kuharap dia akan tetap akur dengan pacarnya yang bekerja di Koperasi.
Dinda telah lulus Sekolah, dan telah menerima Ijazah. Aku bangga memiliki adik seperti dia. Di saat itu, Adiku memiliki tubuh yang terbilang cukup gemuk. ya ada di kisaran 55 kilo gram, tapi saat hubungan cintanya goyah, karena pacarnya sempat selingkuh, Dinda mengalami drop dan sempat sakit, hingga badanya turun, hingga terlihat langsing. Disaat itu, aku selalu ada untuk nya memberi dorongan hidup, maklum Dinda baru mengenal dunia cinta. pacarnya pun baru dihitung dengan jari tangan kanan, sehinga masih berat baginya ketika ditinggal kekasih.
Entah Kenapa disaat Dinda tidak memiliki pacar. hubungan komunikasi kami semakin dekat. pagi, siang, sore, hingga tengah malam, telepon baik saya atau Dinda, pasti berdering, entah dia yang lebih dulu, atau aku yang lebih dulu. itu karena kami saling kangen, layaknya kakak beradik.
Karena penilaianku setiap saat selalu Dinda, sehingga aku memutuskan untuk menembak Dinda. meski ku tahu ini adalah hal yang tak wajar di sebutkan. Dinda pada saat itu, tidak menerima tembakanku. entah apa alasannya yang jelas. Namun, aku tahu dari matanya memandangku, dia menyimpan rasa cinta kepadaku.
Tujuh kali ku tembak Dinda dengan pernyataan bercanda, “dari pada tidak ada pacar, mending sama Kanda saja,” gumanku. Dinda hanya selalu menanggapinya dengan kalimat “tidak usah, begini saja kita berdua,” aku pun sambil bercana menjawab ya sudah. kalau tidak mau, tapi pasti jangan satu saat kamu akan mau gumanku ke dia. dan ku yakin mendengar nada suaranya di HP, dia tertawa kecil, dengan isyarat suka tapi takut bilang iya.
Satu ketika Dinda menelepon ku, dan menggali cerita seakan aku kembali menembaknya dengan pertanyaan perhatian. “Kanda, sudah makan, sudah mandi, lagi ngapain, temani aku ya,” kalimat Dinda menelepon.
karena ku yakin Dia mencintaiku, aku pun menahan tembakan ku ke delapan. Akhirnya Dinda mengeluarkan pernyataan yang membuatku terkejut. “Kanda, yang pernyataan kemarin iya aku terima” kata nya meneleponku sore itu.
Aku pun menlanggapinya dingin di telepon tapi sebenarnya aku senang sekali, karena aku tahu perjalanan cinta Dinda.
Lebaran telah tiba. Dinda diminta keluarganya berlibur ke Desa ayahnya Sanger Tahuna. kurang lebih seminggu di Sangihe. hubungan kami terus berlanjut, tetapi statusnya sudah berpacaran.
Aku pun meminta dia untuk menikahinya ketika pulang dari perantauan, karena usia ku yang sudah tidak muda lagi. Dinda pun menyanggupinya. Orang tua Dinda pun ikut mengaminkannya. Tetapi dengan syarat, Aku harus menjemput Dinda di Sanger tepatnya di kampung ayahnya.
Mendengar permintaanku di amin kan, aku pun bertolak dari Namlea menggunakan kapal Lambelu, selama tiga hari menuju bitung, dan melanjutkan perjalananku ke sanger semalam perjalanan, sehingga total perjalanan laut ku Tiga hari empat malam. ini sebagai bukti keseriusanku kepada Dinda.
Ku Jemput Dia di Sanger, dan langsung dibawah ke desaku, aku langsung memperkenalkan Dinda kepada keluarga ku, termasuk ayahku. kami pun direstui keluarga, yang akhirnya menikah.

Comments